MBG, Niat mulia untuk generasi bangsa, yang dieksekusi untuk kepentingan Cuan

MBG, Niat mulia  untuk generasi bangsa, yang dieksekusi untuk kepentingan Cuan

Dapur Masing-Masing Sekolah

Oleh: Orang Sakti 

Pernahkah kita menonton film luar negeri dan memperhatikan bagaimana anak-anak sekolah makan di kantin sekolahnya sendiri? Di sana, makan di sekolah adalah bagian dari pendidikan itu sendiri — tentang gizi, kedisiplinan, dan kebersamaan.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia sebenarnya punya niat mulia. Pemerintah ingin memastikan anak-anak sekolah makan dengan gizi seimbang. Tapi lagi-lagi, niat baik sering kali tergelincir di tangan pelaksana yang lebih memikirkan proyek daripada manfaatnya.

Sekarang, sistemnya dibuat terpusat. Makanan untuk ribuan siswa disiapkan di dapur umum — satu dapur bisa menyiapkan lebih dari 3.000 porsi per hari untuk dikirim ke berbagai sekolah. Bisa dibayangkan betapa rumitnya menjaga higienitas dan kesegaran makanan dalam jumlah sebanyak itu.
Dan hasilnya pun mulai terlihat: sudah banyak kasus siswa keracunan makanan dari dapur umum ini. Makanan yang dimasak massal dan diangkut jauh jadi mudah terpapar udara terbuka, kehilangan suhu aman, dan rentan terkontaminasi.

Padahal, solusi sebenarnya sederhana: kembalikan dapur ke sekolah masing-masing.
Masak di tempat, urus siswa sendiri, dan sajikan langsung dari dapur sekolah. Setiap piring yang disendok punya tanggung jawab moral dari orang yang mengenal anak-anak itu secara langsung. Selain lebih higienis, cara ini juga memberdayakan ekonomi lokal.

Di sisi positif, memang petani senang karena hasil taninya terserap oleh program besar ini. Tapi di sisi lain, banyak pedagang makanan di sekitar sekolah kehilangan penghasilan — ibu-ibu kantin, penjaja sarapan, penjual gorengan, hingga warung kecil yang dulu jadi tempat anak-anak jajan. Rezeki yang dulu terdistribusi ke banyak orang kini terpusat di segelintir penyedia besar yang “dekat” dengan pejabat.

Program makan bergizi seharusnya bukan proyek ekonomi untuk pejabat, tapi ruang hidup bersama bagi masyarakat sekitar sekolah. Kalau dapur sekolah diberdayakan, ekonomi akan mengalir ke banyak tangan — para pengelola kantin, petani lokal, tukang masak, dan pedagang kecil. Itulah gotong royong yang sesungguhnya.

Tapi ya, begitulah.
Di negeri ini, urusan perut anak sekolah pun bisa jadi urusan pejabat.
Payah cakap.

Related Posts: